Pages

Monday, June 27, 2011

Dakwah sebagai Poros Hidup, Sudahkah Kita?

Cape tidak…

Lelah tidak…

Menyesal pun tidak…

Tak pernah sekalipun aku menyesali jalan dakwah yang telah ku pilih, tak pernah. Namun, akhir-akhir ini rasanya aku merasa sangat sendiri. Sendiri bergerak, sendiri berjuang, sendiri memahat janji-janji, agenda-agenda yang sebelumnya pernah aku dan teman-temanku rangkai.

Terkadang aku mencoba menghibur diri dengan mengatakan bahwa mereka mungkin punya kesibukan lain yang lebih penting, atau mungkin punya beberapa masalah yang jauh lebih penting daripada apa yang harus segera kami semua lakukan demi kemajuan dakwah ini. Atau mungkin ini, mungkin itu, dan mungkin-mungkin lainnya. Tak terhitung lagi betapa aku mencoba bersabar ketika di saat aku memerlukan mereka ternyata yang ada hanyalah penolakan dengan seribu alasan yang tentunya aku tidak berhak untuk menanyakannya lebih lanjut. Siapa aku yang boleh menggali permasalahan mereka? Alasan yang mereka berikan? Aku tak punya hak sedikit pun, sudah pasti. Dan mungkin tidak akan pernah.


Entahlah sejauh apa kebenaran alasan yang mereka kemukakan, sejauh apa permasalahan yang mereka punyai, sejauh apa hal-hal lain hingga hal-hal lain itu mampu membuat mereka terlupa dengan target besar dakwah ini. Entahlah, entahlah…

Sebelum ini, betapa semangat ketika kami menyusun agenda-agenda dakwah ke depan, strategi-strategi dakwah, misi-misi besar, dan seterusnya. Hingga kemudian seharusnya kami bisa sadar bahwa selama kami berada di kampus, bisa jadi kebanyakan kekuatan dakwah di kampus akan sangat dipengaruhi oleh gerak kami. Sadar bahwa kami memikul tanggung jawab yang bisa jadi jauh lebih besar daripada teman-teman yang lain. Wallahu a’lam.

Kesadaran ini seharusnya cukup untuk melecut diri kami semua hingga kami benar-benar sadar dan mau meningkatkan militansi kami dalam dakwah ini. Tapi, agaknya saat ini itu tidak terjadi, atau mungkin belum terjadi. Dakwah sepertinya masih belum menjadi poros kehidupan sepenuhnya, masih ada mungkin bagi beberapa yang lebih mementingkan agenda-agenda juga kewajiban-kewajiban lain daripada agenda-agenda dan kewajiban-kewajiban dakwah.

Tentu aku tak tahu masalah seperti apa yang dihadapi, atau kesibukan apa yang sedang harus dipenuhi, dan alasan lainnya. Aku pun memang bukan orang yang terbaik dalam dakwah, masih begitu banyak hal yang harus dibenahi dalam diriku untuk melejitkan dan memantaskan diriku sebagai seorang hamilud dakwah sejati. Namun perlu kalian semua ketahui, bahwa aku tidak pernah lelah untuk mencoba, untuk berjuang memantaskan diriku ini. Karena rasanya kematian kian lama kian dekat, entah apakah Allah masih akan memberikan kesempatan untuk aku hidup di dunia hingga dakwah ini berhasil dan sukses. Tak ada yang tahu…

Lagipula, jika berbicara masalah, kesibukan, dan lainnya bukankah kita semua sama. Siapa bilang bahwa aku tidak punya masalah, siapa bilang aku tidak punya kesibukan? Mungkin kalian berkomentar bahwa aku tak pernah punya masalah lantaran diriku yang seringkali ceria, tertawa, tersenyum, semangat, dls di hadapan kalian. Senyum, semangat, keceriaan diriku membuat kalian bisa memastikan bahwa aku tidak pernah punya masalah yang berarti dalam hidupku. Itu lah yang mungkin kalian pikirkan.

Namun sayang, pikiran kalian itu pun salah. Siapa bilang aku tidak punya masalah? Aku pun punya banyak masalah, bahkan bisa jadi masalah itu bisa lebih besar dan lebih rumit atau bahkan lebih menyakitkan daripada masalah yang kalian punya. Kemudian, siapa bilang aku tidak pernah punya kesibukan? Aku pun punya kesibukan, punya kegiatan sama seperti kalian, dan bahkan sekali lagi kukatakan bisa jadi aku pun lebih banyak punya kesibukan daripada kalian. Atau kalian punya alasan lain? Aku pun bisa mengatakan alasan yang sama dengan yang kalian katakan! Aku, kalian tidak ada beda! Sama sekali tidak ada beda!

Aku yakin kalian lebih baik daripada aku, jauh lebih baik pasti dari aku. Dibanding diriku, kalian sudah begitu lama tahu bagaimana medan dakwah di kampus ini, dibanding aku tentu lebih banyak buku pemahaman Islam yang sudah kalian baca, dibanding aku tentu sudah begitu banyak forum diskusi yang telah kalian taklukkan, dan seterusnya. Pada inti dan dasarnya, kalian semua tentu sudah jauh lebih hebat dalam berbagai hal daripada aku. Tentu saja, karena aku lah yang termuda di barisan ini, tentu karena aku lah yang masih sedikit mengecap yang namanya pahit manis perjuangan, tentu karena aku lah yang masih sangat fakir akan sakofah keislaman.

Diri yang penuh banyak kekurangan ini, penuh keburukan dan kehinaan ini yang tentu akan pantas dihujat dari sisi manapun, yang walaupun diri ini ada kelebihan tentulah itu tak seberapa dengan keburukan dan kehinaan serta kekurangan yang ada pada diri ini. Namun, bagiku dan seharusnya bagi siapapun yang sudah bertekad menjadi seorang hamilud dakwah, hal ini bukanlah menjadi penghambat, pemberat, dan sebagainya ketika kita ingin berdakwah dan bergerak untuk dakwah. Bagiku, tentu aku sadar manusia tidak akan pernah sempurna, hanya Rasulullah manusia sempurna satu-satunya dan tiada akan pernah ada lagi yang seperti beliau. Bahkan mendekati pribadi para sahabat, generasi terbaik sepanjang masa pun aku belum bisa, terlihat sekali bahwa diri ini masih begitu jauh dari mereka bahkan hanya sekedar para ulama terdahulu, ulama kontemporer atau bahkan kalian. Hanya saja, bagiku dengan dakwah lah justru membuatku mencoba mencapai apa yang terbaik yang bisa aku dapatkan dan berikan bagi diriku sendiri dan orang lain, dengan dakwah aku mencoba untuk menjadi yang terbaik dalam barisan ini, dengan dakwah aku mencoba memperbaiki setiap sisi pribadi yang tidak pernah sesuai dengan aturan Allah, dengan dakwah aku ingin terus berkembang dan terus berkembang menjadi seseorang yang terbaik yang pernah ada. Siapa bilang itu mustahil? Siapa bilang itu merupakan khayalan belaka? Tak pernah aku meragukan betapa hebatnya efek dari dakwah Islam ini pada diriku. Andaikan kita bisa bertukar otak sebentar saja, maka akan aku biarkan kalian menelusuri dan mengetahui memori-memori kehidupan ku hingga kalian tahu betapa jauh kehidupan dakwah dan islam ideologis telah merubahku, tidak hanya dari segi perasaan namun juga pemikiran.

Sungguh berkali-kali ingin kubiarkan air menetes dari mataku ini, tapi kutahan dan terus kutahan. Walau begitu tak pernah bisa kuingkari bahwa hati ini yang berkali-kali menangis, berkali-kali terluka, dan bingung. Bingung dan sedih dengan keadaan kita semua saat ini, tentang keadaan umat muslim dewasa ini, dan tanggung jawab besar yang harus kita ambil dan jalankan bersama.

Kita semua tahu bahwa ketika kita mulai menerjunkan diri kita ke dalam dunia dakwah, berazzam untuk menjadi seorang hamilud dakwah, menjalankan kewajiban kita untuk amar ma’ruf nahi mungkar, dan dengan gagah berani berjuang demi diterapkannya syariat islam di seluruh muka bumi di bawah naungan Khilafah, hal yang kita yakini dengan sepenuh jiwa bahwa inilah tujuan mulia kita hidup di dunia, maka ketika kita semua sudah terjun ke dalamnya tentu akan ada begitu banyak konsekuensi dan perubahan kehidupan yang akan kita terima.

Seharusnya kita pun sadar bahwa dalam berdakwah tidak bisa setengah-setengah, tidak bisa kita bersedia berkorban untuk sesuatu dalam dakwah namun tidak yang lainnya. Dakwah itu seharusnya menjadi poros hidup dalam setiap kegiatan, kesibukan, skenario hidup, dalam tiap sisi kehidupan kita. Aku rasa kita semua sudah paham bahwa sesungguhnya menjadikan dakwah sebagai poros hidup adalah sebuah keharusan bagi kita semua, hingga kemudian seharusnya juga kita menduakan yang lain, menomor sekiankan yang lain, dan membuat dakwah dan aktivitasnya prioritas nomor satu dalam kehidupan kita.

Ketika kita berbicara tentang kuliah, pengambilan SKS, prioritas tugas dan kuliah maka tentu jika kita sudah sadar bahwa poros hidup adalah dakwah, seharusnya kita memikirkan semua itu dan bertanya, apakah misalnya mengambil SKS penuh kemudian bisa mengganggu aktivitas dakwah kita? Atau kemudian jika agenda dakwah dan tugas berbenturan maka tentu kita tahu mana yang harus didahulukan, tentunya jika tugas bisa disiasati untuk ditinggalkan maka tak mengapa, tentu kita harus mengambil dan mendahulukan aktivitas dakwah!

Sungguh aneh dan terlalu, jika kita bertindak dan mengambil keputusan sekecil itu, misal tentang kuliah tadi, kita tidak memikirkan kelangsungan aktivitas dakwah kita ke depannya. Jika kita sudah tahu bahwa ada begitu banyak aktivitas dakwah yang harus kita lakukan di semester depan misalnya, ada begitu banyak target besar dan penting yang harus kita capai dalam dakwah kita, hingga kemudian tidak bisa tidak hal itu akan menuntut waktu yang lebih dalam kehidupan kita, kita kemudian masih saja mengambil SKS penuh yang kemudian secara otomatis akan membuat waktu kita lebih banyak untuk terpaksa memenuhi tugas yang begitu banyaknya sebagai pemenuhan akan SKS yang kita ambil itu pula, atas resiko kita telah menduakan dan menomor sekiankan dakwah daripada kesibukan kuliah kita. Secara otomatis, banyak waktu yang kemudian hanya digunakan untuk kuliah, kemudian dakwah pun menjadi ditinggalkan dan semakin ditinggalkan, tak terurus dan tentunya kebanyakan tidak serius dan tidak pernah bisa all out.

Atau misalnya tentang pekerjaan yang akan kita lakukan, seharusnya ketika kita memutuskan untuk melakukan suatu pekerjaan, kita harus bertanya pada diri kita apakah dengan mengambil pekerjaan tersebut kita masih bisa berdakwah dengan penuh dan efesien? Apakah waktu kita masih ada untuk berdakwah jika mengambil pekerjaan itu? Jika kita memang yakin dengan diri kita bahwa diri kita mampu, tak mengapa. Namun, jika kita sadar jelas bahwa manajemen diri kita belum begitu bagus yang kemudian akan berimbas kepada kacau balaunya pembagian waktu kita untuk kerja dan dakwah maka untuk apa mengambilnya jika kita tahu jelas kita tidak akan mampu secara penuh lagi untuk berdakwah. Pertanyaannya, sadar kah kita? Kalaupun sudah sadar, bersediakah kita?

Kita harus sadar dan tahu diri bahwa sesungguhnya kita dan kehidupan kita ini adalah milik Allah, sehingga wajar dan memang harus untuk memberikan semuanya kepada Allah walau tetap kita pun harus berusaha menjadi yang terbaik di bumi ini. Pikirkanlah, bisa jadi ketika kita mendahulukan mengambil dan melakukan sesuatu yang justru karena melakukan sesuatu itu lah kemudian kita tidak mampu lagi berdakwah dengan optimal dan penuh, misalkan mengambil SKS penuh yang secara otomatis akan membuat waktu kita semakin sedikit untuk berdakwah padahal kita tahu bahwa target dakwah kali ini sangat besar dan tentunya memerlukan waktu yang tidak sedikit, atau misalkan mengambil pekerjaan yang mungkin kemudian membuat kita tidak mampu begitu efektif dalam berdakwah. Maka, bisa jadi hal-hal itu tadilah yang justru tidak akan diberikan Allah kesuksesan di dalamnya, bisa jadi setelah mengambil SKS yang sedemikian banyaknya dan membuat kita tidak efektif dan optimal dalam dakwah padahal kita mampu melakukan hal yang lebih dari pada saat ini, maka Allah justru menghadiahkan kita nilai yang anjlok, atau ketidaksusksesan kita dalam menjalaninya. Atau bisa jadi justru pekerjaan kita yang kemudian akan hilang bahkan dimusnahkan Allah seluruhnya. Wallahu a’lam…

Pikirkanlah, justru karena kita terlalu mengejar keduniaan kita yang kemudian membuat kita terlupa dengan apa tujuan kita sebenarnya yakni untuk akhirat, maka Allah menghancurkan hal-hal di dunia yang kita kejar itu.

Seharusnya kita semua sadar, bahwa dakwah islam lah yang harus dijadikan poros hidup kita. Karena dakwah lah kemudian kita akan menentukan jumlah SKS kuliah yang kita ambil misalnya, karena dakwah lah kemudian kita akan menentukan pekerjaan apa yang akan kita geluti, karena dakwah lah kemudian kita merelakan harta kita untuk memperjuangkan tegaknya kalimat Allah, karena dakwah dan terus karena dakwah. BUKAN SEBALIKNYA!

Inilah yang kemudian patut disebut sebagai seorang hamba yang benar-benar menjadikan dakwah, islam, dan aturan Allah sebagai poros hidupnya. Bukan kuliah, bukan kerja, dan bukan pula yang lainnya. Hanya dakwah dan islam yang akan menjadi dasar perputaran hidupnya. Pertanyaan bagi kita sekarang, yang sudah sadar bahwa dakwah adalah sebuah kewajiban, bahkan saat ini mungkin kita telah menjadi hamilud dakwah itu, sudahkah kita menjadikan dakwah ini sebagai poros perputaran hidup kita?

Jika belum, maka pantaslah dakwah kita tidak pernah berhasil, pantaslah bahwa hanya ada kegagalan dalam dakwah kita, karena kita tak pernah all out dan menjadikan dakwah dan islam sebagai poros perputaran hidup kita. Dan bahkan, bisa jadi pantas pula bagi kita untuk tidak pantas menjadi seseorang yang menyandang gelar hamilud dakwah… Mari kita renungkan?

Wallahu a’lam bi ash shawab…

Sumber : http://mafahimcenter.wordpress.com

0 comments:

Post a Comment